Energi merupakan suatu
kebutuhan dasar manusia untuk kegiatan sehari-hari maupun kegiatan ekonomi dan
pembangunan. Di Indonesia, kebutuhan energi sebagian besar dipenuhi dari
pemanfaatan energi dalam negeri, namun dalam jangka panjang, kebutuhan energi tidak
dijamin keberlangsungamnya karena permintaan terus meingkat sementara kemampuan
pasokan, khususnya energi fosil yang terbatas Energi fosil merupakan energi
yang paling banyak dipakai saat ini. Meskipun pada saat ini, sumber energi
fosil tensebut sudah mnalai berkurang dan menjadi langka. International Energy
Ageney (IEA) mendeinisikan ketahanan energi sebagai ketersediaan sumber energi
yang tıdak terputus dengan harga yang terjangkau. Lebilh lanjut, ukuran yang
dipakai untuk menilai suatu negara dikatakan memiikr ketahanan energi apabla
memiliki pasokan energi untuk 90 hari kebutuhan Impor setara minyak. Ketahanan
energi dianggap penting karena energi merupakain komponen penting dalam
produksi barang dan jasa.
Pengembangan energi terbarukan tersebut akan memiliki
prioritas. Prioritas untuk pengembangan energi terbarukan ini dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:
1. Security of Supply
2. Economy of Supply
3. Low Emission
Pengembangan energi terbarukan perlu
diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki keamanan pasokan yang berkontinuitas dan memiliki keandalan yang
tinggi (sustainable and reliable).
Adapun energi terbarukan memiliki proses yang lebih bersih dan menghasilkan energi yang menghasilkan emisi rendah atau bahkan tanpa karbon.
Adapun beberapa pertimbangan rasional dalam memilih
untuk pengembangan energi terbarukan tersebut. Beberapa pertimbangan
tersebut adalah:
1. Biaya
Investasi yang Rendah
2.
Kandungan Lokal yang Besar
3.
Ciptakan Lebih banyak Lapangan kerja
4.
Minimisasi risiko dan dampak
sosial yang negatif
Salah satu cara yang saat ini sedang banyak dicoba adalah
dengan menggunakan energi terbarukan.
Energi terbarukan merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang bisa dipakai sebagai energi utama untuk hidup
sehari – harinya. Energi terbarukan sendiri banyak macamnya dan pengaplikasiannya juga sudah mulai banyak bisa ditemui di mana saja.
Energi yang terbarukan merupakan sebuah opsi lain atas pengembangan dari berbagai sumber
daya yang sudah ada. Karena semakin tingginya permintaan atas energi
akhirnya membuat peneliti terus
mengembangkan sumber daya yang bisa terus digunakan dalam jangka waktu yang panjang tanpa harus takut untuk habis
jika digunakan.konsep dari energi yang terbarukan
sendiri baru mulai dikenal secara luas pada tahun 1970-an. Kemunculan dari energi yang terbarukan merupakan sebuah antitesis
atas pengembangan dan penggunaan
energi yang tidak terbarukan secara masif dan besar – besaran.
Selain mempunyai kemampuan
untuk bisa dibuat dan dipulihkan kembali, energi yang terbarukan ini dipercaya sebagai salah satu solusi untuk
mengatasi polusi lingkungan karena sifatnya yang jauh lebih bersih
dan aman bagi lingkungan.
Program Energi Terbarukan Upaya
Pulihkan Ekonomi Indonesia
Industri/perkebunan kelapa sawit merupakan
salah satu sektor unggulan Indonesia
dan kontribusinya terhadap
ekspor non migas nasional cukup besar. Dalam enam tahun terakhir keuntungan rata-rata cenderung terus mengalami peningkatan.
Industri/perkebunan
kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas
nasional cukup besar. Dalam enam tahun terakhir keuntungan rata-rata cenderung terus mengalami peningkatan. Ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya
juga menunjukkan tren meningkat
Sampai
dengan tahun 2005 luas perkebunan kelapa sawit yang tertanam di Indonesia
adalah 5,6 juta ha, yang terdiri
dari: perkebunan rakyat 1,9 juta ha, perkebunan pemerintah 0,7 juta ha, dan perkebunan swasta 3, 0 juta ha.
Rata-rata pertumbuhan lahan per tahun sebesar 15% atau 200.000 ha per tahun. Sementara itu, produksi kelapa
sawit Indonesia di tahun 2005 telah
mencapai 17 juta ton meningkat 63,7% dibandingkan tahun 2003 yang mencapai 10,4 juta ton
(Ely, 2007)
Sebagian
besar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Dengan adanya rencana
pemerintah membangun 850 km perkebunan kelapa
sawit di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan maka
pada tahun 2020 diprediksikan luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menjadi 9 juta ha sehingga share lahan kelapa sawit di Kalimantan
naik sebaliknya Sumatera turun (Wakker, E., 2006).
Pengembangan
perkebunan sawit di Indonesia dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kesinambungan dimana sebagian besar
perkebunan didirikan di atas lahan yang tadinya merupakan lahan HPH, tanah kosong atau dirubah fungsikan dari
lahan yang sebelumnya ditanami karet,
kopi atau cokelat. Pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit juga dilakukan dengan memperhatikan berbagai
faktor seperti undang-undang dan peraturan pertanahan, kelangsungan keanekaragaman hayati dan satwa liar, pengaturan pembuangan limbah dan tanggung-jawab ekonomi dan social
dari perusahaan pengelola perkebunan.
Produktifitas
kebun kelapa sawit di Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Hal ini lebih disebabkan oleh pemilihan bibit yang
kurang baik, sistem pemupukan yang kurang optimal
dan kondisi perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang sudah banyak melewati
usia produktif akibat keterterlambatan dalam melakukan regenerasi pohon kelapa sawit.
Kedepan,
pengembangan industri kelapa sawit nasional sangat prospektif karena saat ini pemerintah Indonesia sedang
menjalankan program pengembangan biofuel (biodisel) yang
menggunakan CPO sebagai bahan bakunya. Dengan demikian kapasitas
penyerapan CPO akan jauh lebih besar lagi disamping nilai
tambahnya juga akan semakin tinggi.
Masalah
energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di
masyarakat. Krisis bahan bakar minyak
(BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi.
Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan
bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi
alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat
ketersediaan bahan
bakar.
Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas
udara di beberapa kota besar di Indonesia.
Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil
membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi
ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel
ini dinilai sangat efesien karena
menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa
diatur sesuai dengan kebutuhan
sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia
adalah penggunaan bioethanol dengan produknya
gasohol E-10, dan biodiesel
dengan produknya B-10.
Pengadaan
ethanol dapat dilakukan dari saripati singkong yang dapat ditanam di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan untuk pengadaan
minyak diesel dapat dilakukan dari pengadaan
minyak sawit, minyak buah jarak dan minyak kelapa. Analisa yang dilakukan BPPT menyebutkan bahwa harga biodiesel
B-10 di masyarakat sekitar Rp 2.930 per liternya, atau lebih tinggi Rp 160 dari harga bensin yang disubsidi
pemerintah. Keuntungannya adalah pemerintah bisa mengurangi jumlah subsidi
yang diberikan atau bahkan menghilangkan sama sekali, karena
penambahan Rp 160 dinilai masih bisa diterima oleh masyarakat. Hal yang sama juga berlaku pada gasohol E-10 yang bisa dijual
pada masyarakat dengan harga Rp
2.560.
Harga ini pun masih lebih tinggi Rp 160 dari harga premium bersubsidi, tetapi keuntungannya adalah E-10 memiliki angka
oktan 91 yang lebih baik dari premium, dan
dapat mengurangi
karbonmonoksida dengan signifikan (Anonymous, 2005).
Selain
itu keuntungan penggunaan biofuel ini dapat mengatasi pengangguran dan peningkatan kesejahteraan petani. Untuk
memproduksi E-10 sebanyak 420.000 kiloliter per tahun diperlukan singkong sekitar 2,5 juta metrik ton. Jumlah
ini dapat disediakan dengan penanaman
singkong pada lahan seluas 91.000 hektare (ibid). Jumlah lahan ini masih dapat disediakan tanpa harus membuka hutan-hutan
seperti dalam pengadaan batu bara dan minyak
bumi, karena masih banyak lahan tidur yang tidak terpakai. Hal yang sama
pun bisa dilakukan untuk pengadaan minyak sawit, kelapa,
dan jarak.
Sebagai bahan bakar cair,
biodiesel sangat mudah digunakan dan dapat langsung
dimasukkan ke dalam mesin
diesel tanpa perlu memodifikasi mesin. Selain itu, dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan campuran
biodiesel yang ber-cetane lebih tinggi. Menggunakan biodiesel dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengurangi
ketergantungan pada impor bahan bakar
solar.Biodiesel pun sudah terbukti ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur
(Anonymous,2008)
Penelitian
tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini
mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan
tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman
kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman
yang paling potensial adalah kelapa sawit (Akhairuddin, 2006: 42)
Di beberapa negara lain, untuk mendukung pemakaian biodiesel dan bioethanol, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan pemberian insentif. Pemerintah Austria dan Australia mengeluarkan kebijakan kemudahan untuk membangun pabrik biofuel , sehingga pengusaha pun tertarik untuk membangun industri bahan bakar alternatif. Bahkan di Swedia, harga bioethanol BE-85 (85% ethanol dan 15% bensin) dipatok lebih murah 25% daripada bahan bakar konvensional (Akhairuddin, 2006: 5
Daftar Pustaka
International Energy
Agency, “Renewables 2019 –
Analysis and forecast to 2024,” 2019.
M. A. Jirdehi,
V. S. Tabar, S. Ghassemzadeh, and S. Tohidi, “Different aspects
of microgrid management: A comprehensive
review,” J. Energy Storage,
vol. 30, p. 101457, 2020.